Memantau perkembangan kognitif anak penting untuk dilakukan setiap orang tua. Selain dengan pola asuh yang baik, ada banyak cara yang bisa Bunda lakukan untuk mengoptimalkan perkembangan kognitif Si Kecil. Salah satunya adalah dengan mencukupi asupan zat besinya.
Perkembangan kognitif berhubungan erat dengan kemampuan anak dalam belajar dan berpikir, melakukan eksplorasi, memahami sesuatu, serta memecahkan masalah. Oleh karena itu, perkembangan kognitif Si Kecil penting untuk Bunda perhatikan.
Pada dasarnya, perkembangan kognitif anak bisa optimal jika dia mendapatkan stimulasi sesuai usianya dan kebutuhan nutrisinya tercukupi, terutama zat besi. Namun, sayangnya masih sangat banyak bayi dan balita di Indonesia yang kekurangan zat besi.
Tahapan Perkembangan Kognitif Anak
Untuk dapat melatih kognitif Si Kecil dan memberinya stimulasi yang sesuai, Bunda perlu tahu dulu apa saja tahapan perkembangan kognitif anak sesuai usia.
Kemampuan kognitif anak bisa dinilai dari keterampilan yang dikuasainya. Berikut ini adalah keterampilan yang normalnya sudah dimiliki anak pada usia 1–3 tahun:
Anak usia 1 tahun
Mengeksplorasi benda dengan berbagai cara, misalnya menggoyang, membanting, atau melempar mainan
Meniru gerakan orang lain dan bisa mengikuti perintah sederhana, misalnya mengambil benda atau mainan
Mengambil dan menempatkan kembali mainan ke kotak penyimpanan
Mengajak bertepuk tangan atau melambaikan tangan
Anak usia 2 tahun
Mengenal perbedaan bentuk dan warna
Memahami dua perintah secara bersamaan, seperti “Ambil mainanmu dan tempatkan lagi di kotaknya”
Bisa menyebut nama benda atau hewan di buku gambar, misalnya kucing, burung, atau anjing
Bisa menunjukkan satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
Mengerti cara memakai sandal dan sepatu
Anak usia 3 tahun
Mulai aktif berbicara, walaupun hanya 2–3 kalimat
Bisa menggambar garis lurus atau lingkaran dengan pensil atau krayon
Menyebut nama, umur, dan tempat tinggalnya
Mulai aktif mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya
Bisa mengamati dan mendengarkan instruksi
Peran Zat Besi terhadap Perkembangan Kognitif Anak
Zat besi memang erat kaitannya dengan proses perkembangan kognitif anak. Hal ini karena zat besi memiliki peranan penting dalam perkembangan otak, baik perkembangan secara fisik maupun fungsi. Di samping itu, zat besi juga berperan penting dalam pertumbuhan badan anak.
Kekurangan zat besi pada anak dapat Bunda kenali dari gejalanya, yaitu:
Pucat
Kelelahan
Tangan dan kaki dingin
Pertumbuhan dan perkembangan melambat
Tidak nafsu makan
Napas tidak normal
Masalah perilaku
Sering sakit, seperti demam, batuk, atau pilek
Keinginan untuk memakan benda-benda yang tidak umum (gangguan makan pica), seperti es, pasir, kapur tulis, atau cat
Penyebab utama anak kekurangan zat besi adalah kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi, baik yang berasal dari hewan (heme) maupun tumbuhan (non-heme).
Cara Mencukupi Kebutuhan Zat Besi Anak
Menurut Permenkes RI no. 28/2019, kebutuhan zat besi anak usia 1–3 tahun adalah 7 mg per hari, dan pada usia 4–6 tahun adalah 10 mg per hari.
Untuk mencukupi kebutuhan zat besi pada Si Kecil, ada beberapa cara yang bisa Bunda lakukan, di antaranya:
Berikan Si Kecil makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging merah, hati, sayur bayam, dan brokoli, dalam menu makanannya sehari-hari.
Berikan Si Kecil asupan vitamin C yang cukup dari buah dan sayuran, seperti jeruk, mangga, stroberi, tomat, brokoli, dan paprika, untuk mengoptimalkan penyerapan zat besi.
Hindari memberikan Si Kecil makanan yang tinggi kalori atau membuatnya cepat kenyang tetapi rendah nutrisi, misalnya makanan ringan kemasan atau makanan cepat saji.
Dengan memberikannya asupan zat besi yang cukup, diharapkan Si Kecil bisa tumbuh sehat dan cerdas. Namun, Bunda tidak boleh lupa, pola asuh anak yang baik juga tidak kalah pentingnya dalam perkembangan kognitif anak.
Untuk mencari tahu apakah Si Kecil memiliki risiko untuk mengalami kekurangan zat besi, Bunda bisa melakukan pengecekan lewat internet. Bila Si Kecil memang mengalami tanda-tanda kekurangan zat besi, sebaiknya periksakan ia dokter agar dapat diketahui penyebabnya dan diberikan penanganan yang sesuai.
Comments
Post a Comment